penjelasan Hadits Tentang Pohon yang Ditanam yang Dimakan Adalah Sedekah

Hadits Tentang Pohon yang Ditanam yang Dimakan Adalah Sedekah

حَدِيْثُ اَنَسٍ رضى الله عنه قَالَ: مَامِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ اَوْيَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ اَوْاِنْسَانٌ اَوْبَهِيْمَةٌ اِلاَّكَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ. (اخرجه البخارى فى كتاب المزاعة)
“ Hadits dari Anas r.a. dia berkata: Rosulullah S.a.w. bersabda : Seseorang muslim tidaklah menanam sebatang pohon atau menabur benih ke tanah, lalu datang burung atau manusia atau binatang memakan sebagian daripadanya, melainkan apa yang dimakan itu merupakan sedekahnya “. (HR. Imam Bukhori)
.Dari Jabir bin Abdullah Rodhiyallohu ‘Anhu dia bercerita bahwa Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلاَّ كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً وَ مَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً وَ مَا أَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةً وَ لاَ يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً
“Tidaklah seorang muslim menanam suatu tanaman melainkan apa yang dimakan dari tanaman itu sebagai sedekah baginya, dan apa yang dicuri dari tanaman tersebut sebagai sedekah baginya dan tidaklah kepunyaan seorang itu dikurangi melainkan menjadi sedekah baginya.”[2] (HR. Imam Muslim)
Dari Anas bin Malik Rodhiyallohu ‘Anhu bahwa RasulullahShollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا, أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيْمَة ٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ
“Tidaklah seorang muslim menanam pohon, tidak pula menanam tanaman kemudian hasil tanaman tersebut dimakan oleh burung, manusia atau binatang melainkan (tanaman tersebut) menjadi sedekah baginya.”[3] (HR. Imam Bukhari)
Dari Jabir bin Abdullah Rodhiyallohu ‘Anhu dia berkata, telah bersabda Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam:
فَلاَ يَغْرِسُ الْمُسْلِمُ غَرْسًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَ لاَ دَابَّةٌ وَ لاَ طَيْرٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu tanaman itu dimakan manusia, binatang ataupun burung melainkan tanaman itu menjadi sedekah baginya sampai hari kiamat.” (HR. Imam Muslim)[4]
Syaikh Utsaimin rohimahulloh menjelaskan bahwa hadits-hadits tersebut merupakan dalil-dalil yang jelas mengenai anjuran Nabishollallohu ‘alaihi wa sallam untuk bercocok tanam, karena di dalam bercocok tanam terdapat 2 manfaat yaitu manfaat dunia dan manfaat agama.
Pertama: Manfaat yang bersifat Dunia (dunyawiyah) dari bercocok tanam adalah menghasilkan produksi (menyediakan bahan makanan). Karena dalam bercocok tanam, yang bisa mengambil manfaatnya, selain petani itu sendiri juga masyarakat dan negerinya. Lihatlah setiap orang mengkonsumsi hasil-hasil pertanian baik sayuran dan buah-buahan, bijiian maupun palawija yang kesemuanya merupakan kebutuhan mereka. Mereka rela mengeluarkan uang karena mereka butuh kepada hasil-hasil pertaniannya. Maka orang-orang yang bercocok tanam telah memberikan manfaat dengan menyediakan hal-hal yang dibutuhkan manusia. Sehingga hasil tanamannya menjadi manfaat untuk masyarakat dan memperbanyak kebaikan-kebaikannya.
Sebagai tambahkan: “Bahkan manfaatnya bukan sebatas penyedian makanan bagi orang lain saja tetapi juga dengan bercocok tanam juga menjadikan lingkungan menjadi lebih sehat untuk manusia dimana udara menjadi segar karena tanaman menghasilkan oksigen yang diperlukan oleh manusia untuk proses pernafasan. Tanaman berupa pepohonan juga memberikan kerindangan bagi orang-orang yang berteduh di bawahnya, kesejukan bagi orang yang ada di sekitarnya. Tanaman juga menjadikan pemandangan alam yang enak dan indah dipandang. Lihatlah hamparan tanah yang dipenuhi oleh tanam-tanaman tentunya hati dibuat senang melihatnya, perasaan pun menjadi damai berada di dekatnya. Adapun bila melihat hamparan tanah yang kering dan gersang dari tanaman-tanaman tentu lah kita memperoleh perasaan yang sebaliknya.”
Kedua: Manfaat yang bersifat agama (diniyyah) yaitu berupa pahala atau ganjaran. Sesungguhnya tanaman yang kita tanam apabila dimakan oleh manusia, binatang baik berupa burung ataupun yang lainnya meskipun satu biji saja, sesungguhnya itu adalah merupakan sedekah bagi penanamnya, sama saja apakah dia kehendaki ataupun tidak, bahkan seandainya ditakdirkan bahwa seseorang itu ketika menanamnya tidak memperdulikan perkara ini (perkara tentang apa yang dimakan dari tanamannya merupakan sedekah) kemudian apabila terjadi tanamannya dimakan maka itu tetap merupakan sedekah baginya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa seorang muslim akan mendapat pahala dari hartanya yang dicuri, dirampas atau dirusak dengan syarat dia tetap bersabar dan menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Syaikh Saliem bin ‘Ied Al-Hilali hafizhohulloh menambahkan bahwa ketiga hadits tersebut menunjukkan perintah menanam pepohonan dan tumbuhan lainnya, serta keutamaan mengolah (membuat produktif) bumi dan hal itu termasuk amalan yang pahalanya tidak berhenti dengan kematian pelakunya. Hadits-hadits juga menunjukkan agar berusaha untuk memberi manfa’at kepada makhluk Allah Subhanahu Wa Ta’ala serta mempermudah urusan dan memenuhi seluruh kebutuhan mereka. Juga menunjukkan dibolehkannya mengembangkan profesi-profesi yang bermanfaat seperti (pertanian), perdagangan, perindustrian dan profesi-profesi lainnya serta merupakan bantahan terhadap orang-orang sufi yang sok zuhud. Adapun larangan yang ada terhadap hal-hal tersebut diartikan jika pekerjaan itu melalaikan seseorang dari urusan agama dan apabila dia menjadikan dunia sebagai tujuan utamanya serta tingkatan ilmunya yang tertinggi. Hal itu terjadi dalam kondisi memperbanyak harta dunia.
Syaikh Al-Utsaimin rohimahulloh menambahkan bahwa hadits-hadits tersebut juga menunjukkan atas banyaknya jalan-jalan kebaikan dan bahwasanya apa-apa yang manusia bisa mengambil manfaat darinya berupa kebaikan maka pelakunya akan mendapat pahala. Baik diniatkan atau tidak oleh orang tersebut. Sebagaimana firman AllahSubhanahu Wa Ta’ala :
لاَ خَيْرَ فِي كَثِرٍ مِنْ نَجْوَىهُمْ إِلاَّ مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوْفٍ أَوْ إِصْلاَحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَ مَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ أَجْرًا عَظِيْمًا
      “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang-orang yang menyuruh untuk memberi sedekah, atau berbuat kebaikan atau mengadakan perdamaian di antara manusia, Dan barangsiap yang melakukan hal itu karena mengharap keridhaan Allah, maka kelak Kamiakan memberinya pahala yang besar.” (QS. An Nisa : 114)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan bahwa perkara-perkara yang didalamnya mengandung kebaikan baik kamu niatkan atau tidak, barangsiapa yang menyuruh untuk bersedekah, mendamaikan antara manusia (yang berselisih) maka itu merupakan kebaikan dan kebajikan meniatkan ataupun tidak. Dan jika diniatkan hal itu karena mengharap wajah Allah, maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, ‘Maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar.”
Dalam hadits ini juga merupakan dalil bahwasanya hal yang mempunyai manfaat dan maslahat kemudian manusia mengambil manfaat darinya maka kebaikan bagi pelakunya jika dia tidak meniatkan, dan jika diniatkan maka bertambahlah kebaikan itu dengan kebaikan lagi, dan Allah memberinya keutamaan yaitu berupa pahala yang banyak.
Dari ketiga hadits diatas dapat diambil pelajaran bahwa perbuatan yang dilakukan seorang muslim yang pada hakekatnya hanya berupa sebuah hal yang mubah, yaitu bercocok tanam tetapi pelakunya dapat memperoleh pahala. Walaupun itu asalnya bukan suatu ibadah tapi bisa bernilai ibadah dan akan mendapat pahala. Berbeda dengan orang kafir segala perbuatannya tidak bernilai di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, walaupun mereka mereka mengklaim beribadah setiap bulan, setiap pekan, setiap hari bahkan setiap sa’at tidaklah dianggap disisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai suatu ibadah. Maka hadits ini merupakan dalil keutamaan memeluk agama islam dan meruginya menjadi orang kafir.
Sesungguhnya segala perkara perkara bagi seorang muslim adalah bisa bernilai ibadah dan mempunyai kebaikan sebagaiman hadits dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan Rodhiyallohu ‘Anhu dia berkata, telah bersabda Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam:
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَ لَيْسَ ذَلِكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ: إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ, وَ إِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Menakjubkan pada perkara seorang mukmin sesungguhnya perkaranya semuanya baginya adalah kebaikan, dan tidaklah itu didapatkan melainkan oleh seorang mukmin: jika dia mendapatkan kesenangan (nikmat) dia bersyukur maka itu adalah kebaikan baginya dan jika kesulitan (musibah) menimpanya kemudian dia bersabar maka itu adalah kebaikan baginya.”[5](HR. Imam Muslim)
Syaikh Utsaimin rohimahulloh juga menambahkan bahwa perkara ini memang menakjubkan. Yaitu seandainya ada seorang pencuri mencuri tanaman seseorang, misalnya ada seorang datang ke sebatang pohon kurma kemudian mencuri kurma. Maka bagi si pemilik kurma justru memperoleh pahala atas peristiwa pencurian kurma tersebut. Meskipun di sisi lain sekiranya dia mengetahui siapa pencurinya maka dia harus dilaporkan ke pihak berwajib.
Mengapakah bisa semua hasil tanaman yang ditanam itu merupakan sedekah? Ini tidaklah bertentangan bahkan sesuai dengan kaidah agama yaitu kaidah bahwa seseorang tidak akan memperoleh kebaikan (pahala atau ganjaran) kecuali atas hasil usahanya sendiri, demikian juga sebaliknya seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain. Maka kalau kita perhatikan tanaman kita merupakan hasil usaha yang baik yang akan menjadi sedekah walaupun dimakan atau diambil tanpa seizin kita.
Betapa bagusnya penjelasan Ustadz ‘Abdul Hakim bin Amir Abdat hafizhohulloh berikut: “Apabila kita telah memahami kaidah ini maka terjawablah pertanyaan dan tersingkaplah kemusykilan-kemusykilan serta lapang lah dada dalam memahami ayat-ayat Al Qur’an yang menegaskan bahwa seseorang tidak akan memperoleh kebaikan (pahala dan ganjaran) kecuali atas hasil usahanya sendiri. Diantaranya ialah ayat yang masyhur dibawah ini:
وَ أَنْ لَيْسَ للإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى
“Dan bahwasanya seseorang itu tidak akan memperoleh (kebaikan) kecuali dari hasil usahanya sendiri.” (QS. An Najm: 39).
Ayat di atas merupakan kaidah ilmiyyah yang umum dan tetap di dalam keumumannya dan tidak menerima pengecualian (takhshish) yang memang tidak ada sama sekali: bahwa seorang tidak akan memperoleh pahala atau ganjaran kecuali atas hasil usahanya sendiri.
Seperti seseorang menanam sebuah pohon atau tanaman, maka apa saja yang dimakan dari buah pohon tersebut atau tanaman tersebut yang ditanam, baik dengan seizin pemiliknya atau dicuri, baik (dimakan) oleh manusia atau hewan niscaya pemiliknya atau yang menanamnya tetap akan memperoleh ganjaran.”
Sesungguhnya tanaman yang dicuri atau dirusak ataupun juga dimakan hewan merupakan hasil usaha dari petani maka pantas lah kalau dia mendapat ganjaran dari tanaman yang luput dari tangannya (tidak bisa dia panen).
Pada dasarnya Allah S.w.t. telah melarang kepada manusia agar tidak merusak hutan, hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqoroh ayat 11 :
وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ لاَتُفْسِدُوْا فِى الاَرْضِ…
“ Dan apabila dikatakan kepada mereka : Janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi “
Dan ada lagi dalam surat Al-Baqoroh ayat 204-205:
204. dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling keras.
205. dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk Mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.
Dalam ayat diatas, Allah menjelaskan sifat-sifat orang munafiq dan tindakannya di muka bumi ini. Informasi yang disampaikan Al-Qur’an bahwa sebagian dari manusia, kata-kata dan ucapannya tentang kehidupan dunia menarik sekali, sehingga banyak yang terpedaya. Ia pintar dan pandai menyusun kata-kata dengan gaya yang menawan. Orang munafiq seperti inilah yang selalu merusak bumi. Tanam-tanaman dan hutan-hutan menjadi rusak, lingkungan dicemari, buah-buahan dan binatang ternak dibinasakan. Apalagi kalau mereka sedang berkuasa, dimana-mana mereka berbuat sesuka hatinya.
Gambaran ayat ini sejalan dengan firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 41-42 yang artinya:
41. telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
42. Katakanlah: "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)."
Pada ayat ini sudah jelas bahwa Allah telah memperingatkan tentang kerusakan yang terjadi di alam dunia ini, baik di darat, laut maupun udara adalah akibat ulah perbuatan manusia itu sendiri. Kerusakan di darat seperti rusaknya hutan, hilangnya mata air, tertimbunnya danau-danau penyimpan air, lenyapnya daerah-daerah peresap air hujan dan sebagainya. Kerusakan di laut seperti pendangkalan pantai, menghilangkan tempat-tempat sarang ikan, pencemaran air laut karena tumpahan minyak, dan lain sebagainya. Allah memperingatkan itu, karena dampak negatifnya akan dirasakan manusia itu sendiri.
Tidak sepantasnyalah alam ini dirusak karena ini merupakan salah satu karunia Tuhan, untuk itu seharusnyalah manusia harus memperbaiki dan memanfaatkannya, hal ini sebagaimana firman Allah S.w.t. dalam surat Al-An’am ayat 141-142 yang artinya:
141. dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
142. dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. makanlah dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Dekade terakhir ini, pemerintah Indonesia terus melancarkan program penghijauan. Oleh karena itu, dimana-mana kita akan melihat reklame dan promosi penghijauan, baik melalui media visual, maupun audio-visual. Promosi ini banyak terpajang di sudut-sudut jalan, dan tertempel di mobil-mobil dan lainnya yang mengajak kita menyukseskan program tersebut. Khusus Provinsi Sulawesi Selatan, pemerintahnya telah mencanangkan program penghijauan dengan tema "South Sulawesi Go Green" (Sulawesi Selatan Menuju Penghijauan). Sebagian orang menyangka bahwa program penghijauan bukanlah suatu amalan yang mendapatkan pahala di sisi Allah, sehingga ada diantara mereka yang bermalas-malasan dalam mendukung program tersebut. Kita mungkin masih mengingat sebuah hadits yang masyhur dari Nabi Saw. beliau bersabda: "Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalannya, kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah (yang mengalir pahalanya), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang mendo’akan kebaikan baginya". [HR. Muslim]
Perhatikan, satu diantara perkara yang tak akan terputus amalannya bagi seorang manusia, walaupun ia telah meninggal dunia adalah Sedekah Jariyah, sedekah yang terus mengalir pahalanya bagi seseorang. Para ahli ilmu menyatakan bahwa sedekah jariyah memiliki banyak macam dan jalannya, seperti membuat sumur umum, membangun masjid, membuat jalan atau jembatan, menanam tumbuhan baik berupa pohon, biji-bijian atau tanaman pangan, dan lainnya. Jadi, menghijaukan lingkungan dengan tanaman yang kita tanam merupakan sedekah dan amal jariyah bagi kita –walau telah meninggal- selama tanaman itu tumbuh atau berketurunan.
Al-Imam Ibnu Baththol -rahimahullah- berkata: "Ini menunjukkan bahwa sedekah untuk semua jenis hewan dan makhluk bernyawa di dalamnya terdapat pahala".
Seorang muslim yang menanam tanaman tak akan pernah rugi di sisi Allah -Azza wa Jalla-, sebab tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan, bahkan bumi yang kita tempati. Tanaman yang pernah kita tanam lalu diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan yang halal, maupun jalan haram, maka kita sebagai penanam tetap mendapatkan pahala, sebab tanaman yang diambil tersebut berubah menjadi sedekah bagi kita.
Penghijauan merupakan amalan sholeh yang mengandung banyak manfaat bagi manusia di dunia dan untuk membantu kemaslahatan akhirat manusia. Tanaman dan pohon yang ditanam oleh seorang muslim memiliki banyak manfaat, seperti pohon itu bisa menjadi naungan bagi manusia dan hewan yang lewat, buah dan daunnya terkadang bisa dimakan, batangnya bisa dibuat menjadi berbagai macam peralatan, akarnya bisa mencegah terjadinya erosi dan banjir, daunnya bisa menyejukkan pandangan bagi orang melihatnya, dan pohon juga bisa menjadi pelindung dari gangguan tiupan angin, membantu sanitasi lingkungan dalam mengurangi polusi udara, dan masih banyak lagi manfaat tanaman dan pohon yang tidak sempat kita sebutkan di lembaran sempit ini. Jika demikian banyak manfaat dari reboisasi, maka tak heran jika agama kita memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan tanah dan menanaminya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

artikel bahasa inggris tentang pendidikan islam

penjelasan hadits tentang larangan menelantarkan tanah