kepemimpinan dalam politik islam
1hai guy kali ini kita akan membahas tentang kepemimpinan dalam politik islam dimana kepemimpinaan ini bisa menjadi contoh untuk kita semua menjadi pemimpin yang benar-benar bertanggungjawab
.
Kepemimpinan dalam
Politik Islam
Kepemimpinan umat Islam di kalangan
umat Islam sendiri merupakan masalah urgen, karena menyangkut
perkembangan dan masa depan umat Islam. Meskipun bentuk kepemimpinan umat
Islam kini tidak berada dalam satu bendera kekhalifahan seperti yang diterapkan
pada masa Nabi, Khulafa' al-Rasyidin, Dinasti Umayyah dan Abbasiyah yang
memimpin umat Islam sedunia, melainkan secara terpisah membentuk negara
sendiri-sendiri, baik itu yang berbentuk republik, monarki dan sebagainya, umat
Islam di seluruh dunia tetap peduli dengan masa depan umat Islam di mata dunia.
Sense of belonging terhadap Islam inilah yang mendorong para tokoh umat
Islam di dunia untuk membentuk organisasi yang menampung seluruh aspirasi umat
Islam sedunia. Organisasi ini bernama OKI (Organisasi Konferensi Islam).
Namun organisasi ini nampaknya tidak cukup mewakili aspirasi umat Islam sedunia dan kurang berperan dalam memajukan umat Islam. Hal ini ditandai dengan masih terbelakangnya negara-negara Islamdan tertindas atau tertekan oleh bangsa lain –terutama oleh negara Adidaya Amerika Serikat- bahkan di Timur tengah, negara Islam yang diperangi oleh bangsa lain seperti Palestina yang diserang oleh Israel dibantu oleh Amerika Serikat, masih tidak kunjung berakhir. Hal yang sama juga terjadi di Irak, sebagai salah satu "musuh" Amerika Serikat melalui "tangan" Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) masih menghadapi embargo yang pada urutannya sangat mengganggu generasi Muslim di tempat itu. Belum lagi "tarik-ulur" antara Libya dan negeri Paman Sam tersebut belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.Selain itu, isu-isu terorisme yang sering bahkan selalu dikambinghitamkan kepada kalangan umat Islam, yaitu negara-negara Islam, OKI seakan tidak menampakkan diri.
Namun organisasi ini nampaknya tidak cukup mewakili aspirasi umat Islam sedunia dan kurang berperan dalam memajukan umat Islam. Hal ini ditandai dengan masih terbelakangnya negara-negara Islamdan tertindas atau tertekan oleh bangsa lain –terutama oleh negara Adidaya Amerika Serikat- bahkan di Timur tengah, negara Islam yang diperangi oleh bangsa lain seperti Palestina yang diserang oleh Israel dibantu oleh Amerika Serikat, masih tidak kunjung berakhir. Hal yang sama juga terjadi di Irak, sebagai salah satu "musuh" Amerika Serikat melalui "tangan" Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) masih menghadapi embargo yang pada urutannya sangat mengganggu generasi Muslim di tempat itu. Belum lagi "tarik-ulur" antara Libya dan negeri Paman Sam tersebut belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.Selain itu, isu-isu terorisme yang sering bahkan selalu dikambinghitamkan kepada kalangan umat Islam, yaitu negara-negara Islam, OKI seakan tidak menampakkan diri.
Hal di atas memang menandakan kemunduran umat Islam dalam percaturan dunia.
Sangat berbeda jauh jika dibandingkan dengan kejayaan umat Islam di mata dunia,
yaitu pada masa kepemimpinan Nabi SAW. dan Khulafa' al-Rasyidin yang modern
dan demokratis,sebuah civil society yang sejalan dengan yang
diistilahkan oleh Nurcholish Madjid dengan "masyarakat
madani".Mengapa hal ini terjadi ?
Dalam sejarah umat Islam pada masa awal Islam, mereka sangat peduli dengan
kehidupan duniawinya, sepeduli mereka menghayati ajaran Islam dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Aktivitas kepemimpinan mereka dalam kehidupan
duniawi, dijadikan sebagai ibadah juga kepada Tuhan. Dengan demikian, mereka
tidak hanya mempertanggungjawabkan tugasnya kepada manusia, tetapi juga
dipertanggungjawabkan kepada Tuhannya, bahkan inilah yang benar-benar
diutamakan. Karena itulah, mereka bersungguh-sungguh dalam menjalankan
amanatnya dan hasilnya mereka tidak hanya berhasil membangun Islam di
"kandang"-nya sendiri, tetapi juga berhasil melebarkan sayap keluar
Jazirah Arab yang disambut dengan hangat oleh penduduknya karena telah menjadi
"dewa penolong" bagi mereka dari penindasan bangsa Romawi. Mereka pun
taat pada kepemimpinan Islam karena telah memberikan kedamaian dalam kehidupan
penduduk setempat yang akhirnya mendorong mereka masuk Islam.
Namun kondisi umat Islam sekarang tidak demikian. Negara Islam sekarang
–secara garis besar- terkesan adanya pemisahan antara agama dan negara. Bahkan
lebih dari itu, mereka berkiblat kepada kehidupan bangsa Barat dan tunduk
kepada mereka sebagai negara Adidaya. Meskipun sebenarnya, banyak di antara
negara Islam adalah negara-negara kaya, tetapi kekayaannya itu dikeruk oleh
bangsa Barat yang disebut sebagai bagian dari neo-kolonialisme. Mereka mengaku
Islam tetapi pemikiran mereka berpaham sekular, misalnya negara Turki.
Sepertinya tidak ada peran agama dalam roda pemerintahan, hanya dijadikan
ibarat "tempel ban" ketika ada gejolak yang terjadi dalam negara.
Salat sebagai ibadah utama dalam Islam, sepertinya tidak membekas sedikitpun
dalam perilaku sehari-hari. Hal inilah yang membuat umat Islam mundur, karena
jika umat Islam meresapi ibadah salatnya lahir dan batin, tentunya umat Islam
tidak akan membiarkan penindasan dan ketidakadilan merajalela di muka bumi ini.
Padahal al-Qur'an telah menyatakan bahwa salat dapat mencegah perbuatan keji
dan mungkar, namun tentunya salat yang dikerjakan tidak hanya sekedar gerakan
fisik saja, namun salat yang benar-benar menenangkan, mendamaikan dan
menjernihkan jiwa dan pikirannya.
Seharusnya umat Islam sadar, bercermin dan kembali kepada al-Quran dan
Hadis dalam bernegara yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW. Jika menurut
Bellah, unsur-unsur struktural politik pada zaman itu sangatlah modern bahkan
terlalu modern untuk zamannya,sehingga setelah Nabi wafat kepemimpinan
umat Islam yang demokratis belum mampu dilanjutkan, maka karena kini merupakan
era millenium, tentunya umat Islam lebih dapat mengkaji dan menerimanya sebagai
obat penyembuh dari sakit yang terlalu lama dan tidak ada penentangan atau
pemberontakan lagi terhadap pemerintah karena tidak adanya keadilan. Kesalahan
yang dilakukan seorang pemimpin bisa terjadi karena kekhilafan sebagai seorang
manusia yang seharusnya ditegur oleh rakyatnya, sedangkan cara menegur
pemerintah tidak harus dengan cara memberontak, tetapi masih ada jalan damai
lain yang akibatnya lebih efektif dan efisien.
Jika pemimpin benar-benar membumikan
keadilan, maka tentunya akan tercipta kehidupan sejahtera dan tidak ada lagi
kesenjangan sosial –yang biasanya memicu konflik- sehingga tecipta rasa saling
mendukung, kekompakan yang menjadikan umat Islam kuat bersatu dan tidak gentar
menghadapi tekanan dan ancaman dari pihak luar.
Negara Islam dalam hal ini mengandung makna umum, yaitu negara yang memang
menetapkan Islam sebagai agama resmi/ negara ataupun negara yang penduduknya
mayoritas beragama Islam.
2. Adapun
hubungan QS Yunus ayat 14 dengan Kepemimpinan, yakni :
1) Kalimat ”Kemudian Kami jadikan kamu
pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka,…”. Dalam kalimat ini mengandung makna
bahwa setelah umat-umat yang terdahulu hancur. Maka Allah mengganti dengan umat
Muhammad saw., umat yang mengikuti agama Islam, agama yang membawa manusia
kepada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Masyarakat Arab, sebelum kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad SAW, dikenal
dengan sebutan jahiliyah. Jika merujuk pada arti kata jahiliyah (yang berasal
dari bahasa Arab dari kata jahala yang berarti bodoh), maka secara harfiyah bisa
disimpulkan bahwa masyarakat jahiliyah adalah masyarakat yang bodoh.
Dalam sejarah Islam dijelaskan bahwa Rasulullah diturunkan oleh Allah ke
dalam suatu komunitas masyarakat yang dikenal dengan istilah masyarakat Arab
Jahiliyah. Secara lingustik istilah jahilyiah berasal dari kata Bahasa Arab jahala yang berarti
bodoh dan tidak mengetahui atau tidak mempunyai pengetahuan. Namun, dalam
realitas yang sesungguhnya, secara faktual saat itu masyarakat Arab yang
dihadapi oleh Rasulullah bukanlah masyarakat yang bodoh atau tidak mempunyai
pengetahuan. Buktinya pada saat itu sastra dan syair berkembang dengan pesat di
kalangan mereka. Setiap tahun diadakan festival-festival pembacaan puisi dan
syair, ini membuktikan bahwa orang-orang Arab ketika itu sudah banyak yang
mengetahui baca dan tulis. Selain itu mereka juga mampu membuat tata kota dan
tata niaga yang sangat baik. Hal ini semakin menguatkan bahwa mereka kaum
Quraisy bukanlah orang-orang bodoh dan tidak berpengetahuan. Dapat dipahami,
bahwa sebenarnya mereka adalah masyarakat yang sedang berkembang peradabannya.
Masyarakat yang dihadapi oleh Nabi Muhammad diistilahkan dengan jahiliyah
bukan karena bodoh atau tidak berpengetahuan, atau dalam istilah lain lemah
dalam aspek intelektualnya. Yang dimaksud dengan ”kejahiliyan” (ketidaktahuan)
mereka ada pada dua aspek utama, pertama aspek akidah. Pada saat Rasulullah
diutus oleh Allah, khurafat dan mitos-mitos yang berkembang pada saat itu telah
menyeret manusia untuk menjauh dari kehidupan yang alami dan manusiawi. Dalam
kondisi seperti itulah, Allah mengutus duta terakhirnya, yaitu Nabi Muhammad
SAW. Beliau membawa agama Islam sebagai hadiah bagi umat manusia sedunia serta
memberikan penafsiran baru terhadap kehidupan manusia, selain itu beliau juga
datang dengan membawa misi untuk memberantas akar kebodohan dalam masyarakat,
yakni syirik kepada Allah.
Sedangkan yang kedua adalah aspek akhlak. Pada masa itu, akhlak atau moral
sama sekali tidak mendapat tempat dalam masyarakat jahiliah. Pada saat itu
mereka melakukan berbagai perbuatan keji tanpa merasa takut atau bersalah, di
antaranya kebiasaan mengubur bayi perempuan hidup-hidup, minum-minuman keras,
berzina, membunuh, dan lain sebagainya. Rasulullah diturunkan oleh Allah untuk
memperbaiki akhlak. Beliau menyeru masyarakat agar berpegang teguh kepada
nilai-nilai moral. Selain itu beliau juga mengajarkan kepada mereka akhlak yang
mulia.
2) Kalimat “…supaya Kami memperhatikan bagaimana
kamu berbuat. ”
dimaksudkan bahwa Allah
memberikan peringatan
bagi kaum Muslimin agar selalu berhati-hati tentang apa yang akan dilakukan dan
mengingat akan tugas-tugas yang diberikan Allah swt. kepada manusia sebagai
khalifah Allah di bumi.
Di antara tugas khalifatullah fil ardi ialah menegakkan hak dan keadilan di
muka bumi, membersihkan alam ini dari perbuatan najis, syirik, fasik serta
meninggikan kalimat Allah. Allah akan memperhatikan dan mencatat semua
perbuatan manusia dalam melaksanakan tugasnya itu, apakah sesuai dengan yang
diperintahkan-Nya atau tidak. Allah menjadikan kita sebagai khalifah di muka
bumi, tidak lain hanyalah untuk melihat amal-amal kita, maka perlihatkanlah
kepada Allah amalanamalan kita yang baik di malam dan di siang hari. Jika kita
berlaku zalim pula seperti bangsa dahulu kala itu. Niscaya kita akan lenyap
pula dari muka bumi.
Secara umum,
seorang pemimpin berkewajiban menjalankan hal-hal sebagai berikut:
a) Menjaga agama agar tetap pada
porosnya yang abadi. Seandainya muncul seorang mubtadi’ (yang
mengada-ada dalam urusan agama), ia (pemimpin) harus menjelaskan kebenaran
kepadanya, memberinya landasan dan menjalankan hak serta hudud agar agama tetap terlindungi dari kerancuan sekaligus
mencegah umat dari ketergelinciran (ke jurang kesesatan).
b) Melaksanakan hukum dan memutuskan
perkara pihak-pihak yang bertikai sehingga keadilan menjadi tegak, orang zalim
tidak dapat berbuat seenaknya, dan orang yang dizalimi tidak merasa lemah.
c) Menjaga Islam dan menjamin keamanan
agar orang-orang dapat saling berhubungan dan hidup dalam kondisi nyaman yang
berhubungan dengan jiwa dan harta benda.
d) Menegakkan hudud demi menjaga dan melindungi hak-hak para hamba.
e) Melindungi kaum muslimin dengan
benteng yang kokoh serta kekuatan yang mampu menangkal setiap serangan
musuh-musuh yang sangat berpotensi menghancurkan atau menumpahkan darah kaum
muslimin atau orang-orang nonmuslim yang berada di bawah perlindungan
pemerintahan Islam.
f) Melancarkan jihad terhadap orang
yang telah diberi keterangan tentang ajaran Islam namun kemudian melakukan
penentangan-sampai dirinya memeluk Islam atau memilih di bawah tanggungan
pemerintah Islam.
g) Menyertakan orang-orang terpercaya
(amanah) dalam pemerintahannya serta mengikuti nasihat orang-orang yang layak
menasihati. Ini dimaksudkan agar kecakapan dijadikan tolak ukur pemberian
amanat dan harta kekayaan dapat terlindungi.
h) Menjalankan pengawasan social.
3. Nilai Moral Yang
DitanamkanRosulDalamPolitik
1) Musyawarah
Quraisy Shihab Menjalaskan bahwa kata musyawarah bermakna dasar mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat di ambil atau dikeluarkan dari yang lain termasuk pendapat. Fakta sejarah menunjukan bahwa masyarakat arab pra Islam telah mengenal musyawarah, bahkan dalam Al Qur’an dijelaskan tentang salah seorang ratu yang
hidup pada masa Nabi Sulaiman as. Dinegeri saba’dalam memimpin negerinya selalu bermusyawarah dengan pembantu – pembantu setianya. Dan pada masa pemerintahannya inilah negeri tersebut oleh Al
Qur’an dengan baldatun thayyibatun warabbun ghofur.
2)
Keadilan
Adil adalah
suatu sikap yang mutlaq yang tidak menunjukan kecondongan cinta atau marah,
tidak merubah ketentuan yang berlaku karna kasih sayang atau benci kepada
seseorang tidak mempengaruhi pandangan karena pertimbangan kekeluargaan.Dalam
pelaksanaannya yang luas, prinsip keadilan yang terkandung dalam sistem politik
Islam meliputi dan merangkumi segala jenis perhubungan yang berlaku dalam
kehidupan manusia, termasuk keadilan di antara rakyat dan pemerintah, di antara
dua pihak yang bersengketa di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangan
suami isteri dan di antara ibu bapa dan anak-anaknya.kewajiban berlaku adil dan
menjauhi perbuatan zalim adalah di antara asas utama dalam sistem sosial Islam,
maka menjadi peranan utama sistem politikIslam untuk memelihara asas tersebut.
Pemeliharaan terhadap keadilan merupakan prinsip nilai-nilai sosial yang utama
kerana dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
3) Kebebasan
Kebebasan yang diipelihara oleh
sistem politik Islam ialah kebebasan yang makruf dan kebajikanyang sesuai
dengan Al–Qur’an dan Hadist.Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenarnya adalah
tujuan terpenting bagi sistem politik dan pemerintahan Islam serta menjadi
asas-asas utama bagi undang-undang perlembagaan negara Islam.
4) Persamaan
Persamaan di sini terdiri daripada
persamaan dalam mendapatkan dan menuntut hak, persamaan dalam memikul tanggung
jawab menurut peringkat-peringkat yang ditetapkan oleh undang-undang
perlembagaan dan persamaan berada di bawah kuat kuasa undang-undang.
5) Diwajibkan
untuk memperkuat tali silaturahmi
Dikalangan kaum muslimin di dunia
dan untuk mencegah semua kecenderungan sesat yang didasarkan pada perbedaan
ras, bahasa, ras, wilayah ataupun semua pertimbangan materealistis lainya serta
untuk melestarikan dan memperkuat kesatuan Millah Al-Islamiyyah
4. PengembanganPolitikNabi di Era Modern
Sejarah menunjukan, bahwa setiap zaman mempengaruhi manusia dalam cara hidupnya dalam bidang politik, ekonomi, seni dan budaya. Pertumbuhan bahasapolitik Islam, tidak ragu lagi berkaitan erat dengan pertumbuhan Islam itu sendiri. Bahkan jika kita mempertimbangkan pandangan bahwa Islam adalah din wasiyasah, pada dasarnya dalam Islam tidak terdapat pemisahan antara bahasa Agama dan bahasa politik.
Integrasi bahasa
politik ke dalam bahasa agama ini terlihat lebih jelas dalam ekspresi keagamaan
dan politik Nabi Muhammad saw, yang selanjutnya dalam segi kemudian diikuti
oleh al – Khulafa’ al – Rasyidun, empat kholifah sesudah Rasul Allah : Abu
Bakar, Umar bin Khotob, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Pelahan tapi
pasti, terjadinya perubahan – perubahan dalam kehidupan politik muslim, mulai
dari kebangkitan dinasti Umayah, bahasa politik kemudian memisahkan atau,
tepatnya, merenggangkan diri dari bahasa agama. Dalamkancahpolitikdipekenalkan
idiom – idiom baru, dan idiom – idiom lama jugamengalamipergeseranmakna.
Meski demikian perlu dicatat
bahwa sebelum masa modern dalam pengalaman banyak masyarakat politik Muslim
sebenarnya tidak pernah mendapat keterputusan subtansial antara bahasa agama
dan politik. Bahkan terdapat cukup banyak kasus di mana kita melihat terjadinya tarik – menarik dan adanya semacam hubungan dialektis antara bahasa agama dan politik. Meski system prilaku politik yang mereka jalankan tidak selalu selaras dengan prinsip dasar al Qur’an tentang politik, tak jarang penguasa Muslim menggunakan dan manipulasi bahasa – bahasa politik dengan memberinya muatan atau menyelubunginya dengan aura keagamaan, sehingga penguasa dapat memperoleh tambahan legitimasi dan otoritas keagamaan yang sering di pandang sacral oleh masyarakat awam umumnya.
Perubahan hebat dalam bahasa politik Islam tentu saja terjadi sejak masyarakat – masyarakat muslim menghadapi zaman modern, masa bermula dengan terjadinya pertemuan, konflik dan penaklukan militer Eropa atas kawasan – kawasan Muslim, dalam hal ini berada dibawah kekuasaan Dinasti Utsmani, khusunya sejak abad ke 19, pertemuan ini, betapa pun pahitnya, mendorong kalangan intelektual dan birokrat Turki Ustmani untuk mengadopsi gagasan – gagasan dan institusi – institusi Barat Modern.
Komentar
Posting Komentar